Langsung ke konten utama

tantangan


pernah ga kalian ngerasa ga suka sama sesuatu  tapi akhirnya kalian harus menyukai itu.
gue pernah.

jujur aja, gue paling ga percaya diri dalam menghadapi orang. Entah orang itu deket sama gue atau benar benar gue baru kenal. gue memiliki inferiority compleks yang menurut saya yaa cukup parah. Dan itu cukup menghambat pergaulan gue memang sampai saat ini. (fuh)

tapi pada kenyataan nya gue malah berkecimpung di bidang yang sebenernya kurang gue minat. Psikologi.

"lah, kalo lo ga suka kenapa lo ambil ?"

sama kayak pertanyaan ke diri gue sendiri. jujurnya, dulu gue pernah memang berminat ngambil bidang ini, ternyata tanggapan orang tua negatif. yah, sudahlah pikir gue waktu itu. seiiring berjalannya waktu dan ketika gue tidak diterima di sekolah tujuan saya semula , saya mendengarkan saran bude gue saat itu kalau psikologi di tuut (sensor :) lumayan baik. yah, apa mau dikata. sekolah pilihan gue yang lain waktu itu lagi lagi ditolak oleh orang tua gue.

tambahan lagi, bekerja di bidang yang mengharuskan gue banyak bicara itu sangaaaat menuntut gue untuk bisa keluar dari zona aman gue, diam, padahal aslinya gue sangat sedikit bicara ( :p ) eeh, ini beneran lhooo :D
iya, gue harus berbicara semenarik mungkin kepada orang lain agar orang tersebut mengeluarkan fee buat membeli apa yang gue tawarkan, istilahnya marketing kali ya ( auk ah apaan )

jadi ya gitu, entah gue kenapa tiba tiba pengen nulis ini karena terlintas begitu aja, kok bisa ya gue ngejalanin hal apa yang gak gue sukai. hmm, tantangan kali ya motivasi gue.

makin dewasa harusnya makin banyak sebenernya hal yang bisa lo ambil buat pelajaran hidup, ya salah satu pelajaran hidup buat gue sekarang yaa ini. menjalani apa yang sebenernya ga gue suka, tapi ini tantangan dan gue harus takhlukan, dengan cara apa? dengan cara menyukainya. 

:D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 3 - A Memory

Ku berjalan di pinggir trotoar sebuah kawasan megah di Jakarta, menunggu mu menjemputku untuk pulang bersama, Kamu tahu, itu pertama kali kita menjalin hubungan diam diam. Kamu masih bersama dia dan hubunganmu yang bermasalah. Dan aku, sendiri. Lamban laun, kamu menyelesaikan hubungan itu dan menjalani hubungan dengan ku tanpa harus diam diam lagi, orang orang kantor pun tahu. Aku tahu, resiko ku saat itu sangat besar, mengambil seseorang yang bukan milikku. Tapi saat itu, dengan segala usaha yang kamu lakukan, berhasil meluluhkan hati seorang nourmalita zianisa. Aku juga teringat, betapa aku masih egois untuk bergantung sama kamu, semuanya harus sama kamu. Survey kost2an saat itu, kondangan, apapun, padahal aku tahu, bergantung itu tidak baik, dan terbukti saat ini, waktupun belum bisa menyembuhkan atau melupakan semua kenangan itu. Karena belum ada kenanga lainnya yang akan menimpaya. Ditambah, kamu yang setiap minggu menjemputku ketika kita mencoba menjalani hubungan jarak jauh. Yan...

ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400

  Asus. Hem, pertama kali denger di telinga apa sih yang nyantol di kepala kalian? Honestly, kalo gue langsung kepikiran "brand yang tahan banting" sih. Bukan apa apa, sejarah handphone gue dengan merk tersebut bener bener membuktikan hal itu.  Saat itu, hp gue b ener-bener lompat dan terjatuh dari motor pas jalan, dan masih baik baik aja. Akhirnya mati total ya karena kecemplung di air. Sedih gue tuh.. Eh, kita skip deh ya curcolnya. Yang mau gue bahas di sini itu adalah tentang laptopnya . Dari brand yang sama, Asus.   ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400   Well, produk ini adalah produk terbaik asus untuk di kelasnya. Pada sadar kan? Bahwa semenjak pandemi dan semenjak menjamurnya kehidupan WFA ataupun hybrid system di kalangan akademisi ataupun karyawan perkantoran, kebutuhan akan laptop dengan daily driver yang bertenaga itu tumbuh secara significant?   Dan ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400 bisa jadi adalah jawaban untuk kebutuhan itu sendir...

Latepost : Review Bulan Terbelah Di Langit Amerika

Bulan Terbelah di Langit Amerika. Karya Hanum Salsabila Rais & Rangga Almahendra Gramedia, 355 halaman. Awal mendengar judul novelnya dari seorang Mbak Novia, saya sempat mengerinyitkan kening. Berat sekali sepertinya jalan cerita yang disuguhkan dalam novel itu. Tapi katanya bagus banget. Berhubung belum sempat membeli yaudah lah. Dan saya cenderung membeli karya orang luar dibanding karya anak negeri jadinya benar benar terlewatkan. Sampai pada akhirnya saya menemukan sosok yang bisa diajak untuk sharing buku atau novel di kantor. Dia merekomendasikan novel ini untuk saya baca. Finaly!!! Barter kok kita. Saya meminjamkan novel Tere Liye ke dia juga. Enggak Cuma asal minjem Heheheh. Yang saya buka pertama kali adalah “tentang penulisnya”. Saya baru tau dia ini juga yang membuat 99 cahaya di langit eropa toh. Dia dan suaminya sama sama orang cerdas, menurut saya. Gila belajar. Dalam hati berkata, wajar lah orang pinter jodohnya orang pinter juga. ...