Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

Menurut gue sih,

Menurut gue sih.. Kadang mendengarkan orang menceritakan pengalamannya itu jauh lebih menyenangkan sih daripada sekedar membaca buku. Mendengarkan melibatkan emosi serta melatih kepekaan serta empati dalam sosial. Tanpa mengurangi manfaat dari membaca buku itu sendiri yang cenderung terpaku pada teori yang ga sahih bila di trial pada sebagian orang. Yaa bukannya apa apa sih ya. Berdasarkan metode pembelajaran yang gue dapet selama perkuliahan, cara orangempelajari suatu hal itu kan ada yang via indera pendengarnya ada yang via indra penglihatannya. Ada baiknya, kita menghargai cara orang menyerap ataupun mengambil kesimpulan dari cara dia belajar tadi. Karena mungkin ada yang nyaman dengan membaca, tapi ada pula yang lebih nyaman mendengarkan. Makanya, kalo yang banyak membaca jangan menganggap orang yang jarang membaca itu tidak mengerti apa apa. Karena siapa tau orang yang jarang membaca mempunyai pengalaman yang jauh banyak ia alami dan dengarkan dari orang yang banyak

Beberapa orang

Beberapa orang memang terlahir seperti itu.. Beberapa orang memang terlahir dengan sikap suka mengkritik tapi anti kritik. Beberapa orang memang terlahir dengan sikap suka sok tahu dengan apapun, padahal belum tentu itu benar. Tapi jika dinasihati cenderung defense dan merendahkan orang lain.. Beberapa orang memang terlahir dengan sifat sombong, hanya mengandalkan Tuhan atas hidupnya tanpa mau berusaha untuk maju. Seakan akan semua akan datang padanya tanpa dia mengeluarkan usaha sama sekali. Beberapa orang memang terlahir seperti itu, mengandalkan agama untuk menutupi kecacatannya. Paham, tapi tidak dilakukan. Cenderung hanya menyebarkan ke orang lain tanpa diterapkan ke dirinya sendiri. Beberapa orang memang terlahir suka bicara. Tapi bicara tanpa makna dan cenderung membual. Tapi ketika ditanya bukti dia memutar balikan fakta. Beberapa orang memang terlahir suka menghayal, entah fase perkembangannya terfiksasi di masa dia anak-anak atau memang seperti itu. Menghayal di u

Kata mama

Kata mama, Aku udah ada di kandungan ketika mama masih kuliah. Waktu itu mama menikah dengan papa yang notabennya kakak kelas mama di bangku kuliah. Dan aku ada ketika mama sedang menyelesaikan skripsinya. Jadi, di dalam kandungan aku udah di rangsang untuk  belajar. Makanya ga heran jaman aku SD udah seneng banget ngerjain buku buku soal latihan. Tanpa disuruh. Kata mama, Aku lahir 21 tahun lalu waktu subuh di Jakarta. Karena masih ada kakek dan nenek dari mama, makanya aku dibawa ke rumah sakit, bukan bidan.. Maklum, cucu pertama dari keluarga mama.. Kata mama, Ketika aku lahir, aku keliatan kayak orang cina. Mata sipit, kulit putih, rambut tebel. Bahkan oma, sempet kanget karena dikiranya aku terakhir tanpa tangan. Maklum, bobot bayi 3,4 kg saat itu udah gemuk. Pipi beleber kemana mana, gemuk. Saking montoknya sampe tangan ga keliatan.. Kata mama, Begitu aku di taroh di box bayi, orang orang pada ngeliatin. Karena aku bayi paling gemuk saat itu. Kata mama, Aku j
Being single is happy for now. Terdengar munafik mungkin, karena sebagian besar dari temen seumuran udah heboh dengan ketidakhadiran pasangan. Saatnya mendapatkan pacar. Enggak buat gue, Sekarang jauh lebih nyaman tanpa usikan dari yang namanya relantionship. Gue capek, kecewa lagi. Takut memulai lagi. Dan yeah, terima kasih ya yang udah bikin gue kayak gini. Lo berhasil. Udah cukup, yang penting udah tau rasanya disayang walaupun cuman lies. Yaa sebatas fisik. Hati ga ada. Untuk yang lama dan kembali, Maaf. Ternyata itu simpati, bukan cinta. Semakin lo care sama gue malah ga bisa gue appreciate sumpah. Rasa yang dulu pernah ada selama itu rasanya gatau udah kemana. Sekedar kagum, kagun yang ga kesampean dan itu jadi semakin penasarab. Udah gitu doang. Rasanya pengalaman yang kemaren udah ngebenturin gue kalau emang dalam hidup, pasti akan ada mantan lagendaris breng**knya. Yang bikin diri sendiri malu sekaligus kesel sama kelakuan diri sendiri. Yang ga bisa

Work Hard

Saya mau melanjutkan sekolah saya. Saya mau sukses di masa depan, bukan untuk saya sendiri melainkan untuk anak anak saya, keturunan saya nantinya. Karena saya mengerti sekali jenjang pendidikan menentukan sekali karir ke depannya orang tsb. Saya pernah kerja dengan menggunakan ijazah sma dan gaji yang saya dapatkan ya setara dengan ijazah saya itu. Begitu dengan saat ini, saya selesai menamatkan gelar saya, dan gaji saya mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Apalagi nanti jika gelar kedua saya bisa saya dapatkan.. Saya bukan ambisius sebagai perempuan.. Saya begini karena saya pernah merasakan betapa sulitnya kehidupan ini, bahkan dari saya kecil. Usia yang seharusnya saya pakai senang senang tanpa memikirkan masalah ekonomi harus saya terima kalau saya tidak bisa sama dengan anak anak lain. Saya tidak mau anak anak saya merasakan hal yang sama dengan sama dulu. Di saat orang tua memang belum siap dengan materi maupun mental ketika menikah. Itu yang saya hindari. Engga

Sekelumit tentang perasaan

Ketika beranjak dewasa, makin banyak pula hal yang dulu kita anggap sepele menjadi hal yang patut dipikirkan matang matang. Termasuk perasaan. Anak kecil dengan polos memperlihatkan perasaannya yang ia rasakan. Entah senang, marah, sedih. Semua itu dia ungkapkan dengan apa adanya. Tanpa pura pura Tapi begitu semakin umur bertambah, rasanya sekarang perasaan itu lebih baik tidak usah diperlihatkan. Disimpan rapat rapat. Atau dikeluarkan secara sembunyi sembunyi. Karena ketika kita dewasa, ada hal lain yang mesti kita utamakan selain perasaan kita sendiri, yaitu perasaan orang lain. Terutama orang tua. Tidak mungkin kan ketika kita sedih dengan berbagai alasan yang mungkin hal itu juga berkaitan dengan mereka lalu kita ungkapkan begitu saja di depan mereka, yang ada mereka akan terluka. Bahkan lebih sedih dari yg kita rasakan. Alhasil, untungnya sekarang tidur lampu dimatiin. Dan itu menjadi keuntungan sih, menangia diam diam, tanpa suara bahkan kadang air mata menetes ketika