Yaiyalah. Pastinya.
Semua orang pasti setuju dengan pernyataan di atas. Kita enggak mungkin menyamakan budaya di suatu tempat untuk bisa sama dengan budaya di tempat lain.Dan mau enggak mau kita harus menyesuaikan dengan budaya setempat. Jika tidak, kita bisa dianggap aneh.
Sebenernya hal ini sudah lama saya rasakan, hanya saja masih perlu di telaah lebih mendalam, baru bisa tuliskan disini.
Sebelumnya saya pernah bekerja di lingkungan dimana ibu ibu usia 35 tahun ke atas mendominasi. Kemudian saya pernah juga bekerja dimana budaya disana sangat individualistis.Kemudian saat ini saya bekerja dimana tembok pun bisa berbicara mengenai perilaku orang lain.
Mari kita mencoba menganalisa budaya bekerja di tengah para ibuk-ibuk. Budaya bekerja di tengah para ibuk-ibuk membuat kita seperti anaknya. Mau tidak mau, apapun yang mereka suruh harus kita lakukan. Saat itu juga. Manut wae lah istilahnya. Tapi disini, mereka mau ngemong. Mau ngajarin dengan sabar. Mau ngedidik dan nasehatin dengan gaya orang tua yang pastinya bikin kita ga sakit hati, karena menganggap mereka seolah orang tua kita sendiri. Mau ngomongin apa aja, enak. mereka jauh lebih menghargai dan malah jadi tuker pikiran. Walaupun tidak semua ibuk-ibuk yang berada di lingkungan kerja seperti itu sih. Tapi nuansa kekeluargaan sangat berasa disini.
Kemudian saya berpindah ke budaya dimana semua orang sangat individualis. Lo-lo, gue ya gue. Mengutamakan pekerjaan dibandingkan harus banyak bicara dengan orang lain, selain dalam konteks pekerjaan. Yang dituntut dalam lingkungan seperti ini adalah prestasi pribadi. Kita secara otomatis akan mengeluarkan segala kemampuan terbaik kita supaya dilihat. Dan tidak dibicarakan di belakang, tentunya. Selama kerjaan lo beres dan enggak menimbulkan kerugian buat yg lain, lo oke. Sedikit memaksa, tapi beneran bikin kita berkembang. Disini domianan memang seusia ibuk-ibuk tadi, tapi ada yang masih seumuran
Yang ketiga, atau saat ini. saya berada di tempat yang mayoritas seumuran. Kebayang kan? Kerja bareng dengan teman teman kelompok di kampus aja ada aja masalah yang muncul. Kadang ada yang ga mau ngerjain lah, kadang ada yang keras kepala lah, ada yang kerjaannya cuma gosip lah. Begitu juga dengan tempat kerja. Masih sama sama idealis, saling ngerasa bener. Jadi jarang ada yang bisa ngenengahin. Ohiya, yang utama : masih banyak yang mau main main aja.
Khan gemezz.
Entah kenapa saya merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang ketika lo ngumpul, kerjaannya itu enggak jauh dari ngomongin orang. Kebayang enggak ketika kita enggak ngumpul atau menghindar dari komonitas itu?
Kita yang jadi bahan omongan.
Thats Right!
Jadi begitulah. Lebih banyak ngobrolnya daripada kerjanya. Lebih banyak mengeluhnya, daripada usahanya.
Walaupun tidak semuanya seperti itu, masih ada yang optimis kok. Masih ada yang memang niatnya bekerja dengan baik. Masih ada yang mau berjuang.
Jadi, demikian sih ulasan saya mengenai budaya. Lebih ke budaya Perusahaan sih. Dan susahnya adalah ketika kita masuk dalam sebuah budaya, tidak serta merta kita bisa mengubah budaya yang sudah mengakar tersebut. Yang bisa kita lakukan adalah tetap menjadi diri sendiri dan bertahan dalam segala perubahan.
Terima Kasih telah membaca :)
Komentar
Posting Komentar