Langsung ke konten utama

Latepost : Review Bulan Terbelah Di Langit Amerika

Bulan Terbelah di Langit Amerika.
Karya Hanum Salsabila Rais & Rangga Almahendra
Gramedia, 355 halaman.




Awal mendengar judul novelnya dari seorang Mbak Novia, saya sempat mengerinyitkan kening. Berat sekali sepertinya jalan cerita yang disuguhkan dalam novel itu. Tapi katanya bagus banget. Berhubung belum sempat membeli yaudah lah. Dan saya cenderung membeli karya orang luar dibanding karya anak negeri jadinya benar benar terlewatkan.
Sampai pada akhirnya saya menemukan sosok yang bisa diajak untuk sharing buku atau novel di kantor. Dia merekomendasikan novel ini untuk saya baca.

Finaly!!!
Barter kok kita. Saya meminjamkan novel Tere Liye ke dia juga. Enggak Cuma asal minjem Heheheh.

Yang saya buka pertama kali adalah “tentang penulisnya”. Saya baru tau dia ini juga yang membuat 99 cahaya di langit eropa toh. Dia dan suaminya sama sama orang cerdas, menurut saya. Gila belajar. Dalam hati berkata, wajar lah orang pinter jodohnya orang pinter juga.


Ceritanya mengenai kehidupan suami istri di wina, yaitu Rangga-Hanum yang menjalani kehidupan sebagai mahasiswa yang sedang mengejar gelar doktor dan jurnalis berita di sebuah koran gratisan di Wina, Swiss. Latar belakang cerita ini adalah kasus gedung WTC pada tanggal 11 September 2001. Karena kejadian ini umat muslim tersudutkan. Dunia menjadi terbelah dua. Disini hanum dituntut untuk membuat artikel di surat kabar tersebut tentang pertanyaan “akankah dunia akan lebih baik tanpa islam?”

Disisi lain, Rangga yang sibuk mengerjar gelar dokternya juga mendapatkan tugas untuk mewawancarai Philipus Brown sekaligus meyakinkan norang tersebut untuk berpidato di kampusnya. Siapa itu philipus brown? Seorang milyader yang ibaratnya uangnya enggak habis habis tapi dia malah dengan sengaja mendermakan hartanya ke daerah timur tengah yang notabennya adalah warga muslim. Itu membuat semua orang bertanya tanya mengenai alasan Philipus Brown tersebut.
Oke, akhirnya mereka berdua sama sama ditugaskan ke Amerika untuk tugas masing-masing. Hanum dengan tugas wawancara korban tragedi 9/11 dan Rangga dengan Phillipus Brownnya. Banyak banget cobaan yang mereka lewati disini. Kesulitan menemukan narasumber karena hanum yang keras kepala tidak mau memakai usulan bosnya membuat dia harus terjebak di antara pendemo pendiri masjid di Groun Zero (tempat mengenang kerjadian 9/11) dan akhirnya membuat dia terlunta-lunta karena terluka dan hp nya rusak.


Alur cerita berlanjut ketika Hanum bertemu dengan Julia collins yang bernama muslim Azima yang merupakan keluarga korban dari tragedi tersebut. Dan dia muslim. Namun memiliki ibu yang non muslim, yang menderita Alzheimer. Hal ini mengakibatkan ibunya hanya teringat hal hal yang paling membekas di ingatannya. Salah satunya adalah ketika dia harus terpaksa menyetujui Julia menikah dengan Abe, seorang muslim keturunan afrika yang menjadi korban dalam tragedi tersebut. Ibunya membenci Abe dan tidak menyukai Julia yang memakai hijab. Hal ini membuat Julia melepaskan hijabnya.

Banyak hal-hal tidak terduga dalam novel ini. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Dan ada baiknya kalian membaca dahulu novel ini sebelum menonton filmnya yang sejujurnya (mohon maaf bila ada yang tersinggung) saya kecewa. Banyak part yang penting yang dihilangkan dan banyak part yang enggak penting justru dimasukan. Entahlah demi promosi sponsor atau apalah itu. Saya jadi bingung sendiri darimana tokoh stefan itu ada. Atau karena saya lupa membaca di novelnya.
Sayang saja gitu. Novel yang religi diselipkan adegan sinetron dimana ada tespack yang menandai kehamilan si pacarnya stefan. Huffh. Dan saya baru nonton kembali film Indonesia kembali ya film ini, jadi ya kedepannya mikir ulang lagi buat nonton film indonesia yang based on novel.


Sekian! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 3 - A Memory

Ku berjalan di pinggir trotoar sebuah kawasan megah di Jakarta, menunggu mu menjemputku untuk pulang bersama, Kamu tahu, itu pertama kali kita menjalin hubungan diam diam. Kamu masih bersama dia dan hubunganmu yang bermasalah. Dan aku, sendiri. Lamban laun, kamu menyelesaikan hubungan itu dan menjalani hubungan dengan ku tanpa harus diam diam lagi, orang orang kantor pun tahu. Aku tahu, resiko ku saat itu sangat besar, mengambil seseorang yang bukan milikku. Tapi saat itu, dengan segala usaha yang kamu lakukan, berhasil meluluhkan hati seorang nourmalita zianisa. Aku juga teringat, betapa aku masih egois untuk bergantung sama kamu, semuanya harus sama kamu. Survey kost2an saat itu, kondangan, apapun, padahal aku tahu, bergantung itu tidak baik, dan terbukti saat ini, waktupun belum bisa menyembuhkan atau melupakan semua kenangan itu. Karena belum ada kenanga lainnya yang akan menimpaya. Ditambah, kamu yang setiap minggu menjemputku ketika kita mencoba menjalani hubungan jarak jauh. Yan...

ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400

  Asus. Hem, pertama kali denger di telinga apa sih yang nyantol di kepala kalian? Honestly, kalo gue langsung kepikiran "brand yang tahan banting" sih. Bukan apa apa, sejarah handphone gue dengan merk tersebut bener bener membuktikan hal itu.  Saat itu, hp gue b ener-bener lompat dan terjatuh dari motor pas jalan, dan masih baik baik aja. Akhirnya mati total ya karena kecemplung di air. Sedih gue tuh.. Eh, kita skip deh ya curcolnya. Yang mau gue bahas di sini itu adalah tentang laptopnya . Dari brand yang sama, Asus.   ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400   Well, produk ini adalah produk terbaik asus untuk di kelasnya. Pada sadar kan? Bahwa semenjak pandemi dan semenjak menjamurnya kehidupan WFA ataupun hybrid system di kalangan akademisi ataupun karyawan perkantoran, kebutuhan akan laptop dengan daily driver yang bertenaga itu tumbuh secara significant?   Dan ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400 bisa jadi adalah jawaban untuk kebutuhan itu sendir...