Langsung ke konten utama

emangnya mudah menjadi seorang perempuan?

Emangnya mudah menjadi seorang perempuan..

Judul sekarang dapet inspirasi dari busway..
Iya pagi pagi ini saya pergi ke suatu tempat naik kendaraan itu..
Kebetulan penuh dan saya harus berdiri sembari berdesak desakkan dengan yang lain..

Saya berkaca...
Emangnya enak jadi perempuan...

Menahan sekian lama sakit cenat cenut di kaki akibat heels atau wedges 7 cm itu?
Berlama lama di depan kaca untuk memantaskan dirinya agar tampil menarik di depan orang?
Harus bisa seenggaknya sebagian dari pekerjaan rumah?
Wajib Memintarkan diri pula, karena gen cerdasnya seorang anak itu dari seorang ibu?
Menahan ga enaknya perut selama haid ditambah emosi yang ga kekontrol?
Membawa bawa anak dalam perutnya selama sembilan bulan?
Menahan sakitnya dan bertaruh nyawa ketika melahirkan?
Masih harus berangkat pagi untuk bekerja demi membantu suami?


Mungkin itu cuma sebagian kecil dari fakta yang terlihat di sekitar saya saat ini..

Buat perempuan yang dianugrahi tinggi semampai mungkin ga perlu memakai heels ataupun wedges setinggi itu ketika akan bekerja ataupun berpergian resmi...
Tapi untuk perempuan setinggi 153cm seperti saya, apa rasanya ga jengah harus menengok ke atas ketike bercakap cakap dengan yang jauh lebih tinggi?

Pintar untuk merias diri bukan untuk memancing, tapi untuk membuat suatu kesan yang menyenangkan sih. Ngibul kalau jamam sekarang yang penting hati yang penting otak.
Karena awal mata melihat itu fisik.
Perempuan yang emang terlahir cantik ya patut bersyukur, ga usah ngeluh ini itulah..
Tapi buat yang biasa biasa aja atau malah cemderung hm Seperti saya, saya udah belajar kok dikit2 walaupun masih tetap ga cakep cakep amat haha....
Seenggaknya bisa deh moles moles dikit gitu..

Walaupun jaman sekarang mungkin
kebanyakan sudah berkerja dan memiliki asisten rumah tangga, perempuan zaman sekarang cenderung lebih enak. Tapi enggak buat saya, nyapupun kalau masih ga bersih kadang saya masih kena semprot..cuci piringpun begitu..

Fisik udah kekuras, ini otak pula harus diberi nutrisi pengetahuan dan terus diasah..
Kalau enggak gitu, siapa yang akan membuat anak kita nantinya memiliki bakat yang cukup cerdas kalau enggak dari sekarang kita ga pinter?

Ketika homon estrogennya lagi luluh, semua kelenjar berpengaruh. Termasuk emosi.
Belum ditambah perut sakitnya yang bukan main ketika menjelang tamu bulanan itu datang..

Ketika sudah berumah tangga..

Senangnya perempuan itu menutupi capeknya dia harus membawa anaknya di dalam perutnya itu. Ikhlas. Kemana mana. Selama itu emang laki laki bisa?

Belum ditambah dengan sakitnya ketika anak iti lahir. Yang dikorbankan bukan harta bendanya, melainkan dirinya sendiri. Nyawanya untuk melahirkan anaknya.
Berdarah darah..
Laki laki mana ada.. Bahkan mungkin ketika istrinya sedang berjuang seperti itu ia tidak tega dan malah bersembunyi di luar..

Perempuan ketika menikah wajib hormat pada suaminya. Ikut dan patuh.
Tapi sekarang2 ini juga ga jarang suami yang hidup di bawah ketek istrinya.
Istrinya yang kerja keras. Sedangkan dia.. Mungkin belum jelas .
Mau ngeluh kayak apa kalau udah menikah toh pilihannya juga kan sebelumnya..


Dan masih banyak lagi sih sisi ga enaknya perempuan yang sebenernya ada..tapi seolah olah ga ada..
Karena apa?
Karena dia bahagia. Karena dia senang melakukannya..

Lalu, masihkah laki laki memarahi balik perempuannya ketika sedang haid dan saat itu memang dibutuhkan kepekaan yang tinggi. Yaa kalau lelaki itu sayang sih biasanya peka. Beda yang enggak.
Bakal nyalahin balik dan nyuruh perempuannya mengatakan yang sejujurnya...
Dibalik itu sebenernya sih cuma perhatian..

Udah.

Dimanja. Dipeduliin.
Karena ketika perempuan itu udah nyaman dia akan berhenti mencari.
Sosok yang bisa memenuhi segala kebutuhan psikologisnya itu.
Itu pasti...

Lahir batin sudah diperjuangkan.
Ketika meminta feedback untuk hal itu, apakah salah?,


Yaaaaaak sekian haha..
Mbuh inspirasi dari mana. Wkwk..
Udah yuk, bobok? :))



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 3 - A Memory

Ku berjalan di pinggir trotoar sebuah kawasan megah di Jakarta, menunggu mu menjemputku untuk pulang bersama, Kamu tahu, itu pertama kali kita menjalin hubungan diam diam. Kamu masih bersama dia dan hubunganmu yang bermasalah. Dan aku, sendiri. Lamban laun, kamu menyelesaikan hubungan itu dan menjalani hubungan dengan ku tanpa harus diam diam lagi, orang orang kantor pun tahu. Aku tahu, resiko ku saat itu sangat besar, mengambil seseorang yang bukan milikku. Tapi saat itu, dengan segala usaha yang kamu lakukan, berhasil meluluhkan hati seorang nourmalita zianisa. Aku juga teringat, betapa aku masih egois untuk bergantung sama kamu, semuanya harus sama kamu. Survey kost2an saat itu, kondangan, apapun, padahal aku tahu, bergantung itu tidak baik, dan terbukti saat ini, waktupun belum bisa menyembuhkan atau melupakan semua kenangan itu. Karena belum ada kenanga lainnya yang akan menimpaya. Ditambah, kamu yang setiap minggu menjemputku ketika kita mencoba menjalani hubungan jarak jauh. Yan...

ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400

  Asus. Hem, pertama kali denger di telinga apa sih yang nyantol di kepala kalian? Honestly, kalo gue langsung kepikiran "brand yang tahan banting" sih. Bukan apa apa, sejarah handphone gue dengan merk tersebut bener bener membuktikan hal itu.  Saat itu, hp gue b ener-bener lompat dan terjatuh dari motor pas jalan, dan masih baik baik aja. Akhirnya mati total ya karena kecemplung di air. Sedih gue tuh.. Eh, kita skip deh ya curcolnya. Yang mau gue bahas di sini itu adalah tentang laptopnya . Dari brand yang sama, Asus.   ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400   Well, produk ini adalah produk terbaik asus untuk di kelasnya. Pada sadar kan? Bahwa semenjak pandemi dan semenjak menjamurnya kehidupan WFA ataupun hybrid system di kalangan akademisi ataupun karyawan perkantoran, kebutuhan akan laptop dengan daily driver yang bertenaga itu tumbuh secara significant?   Dan ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400 bisa jadi adalah jawaban untuk kebutuhan itu sendir...

Latepost : Review Bulan Terbelah Di Langit Amerika

Bulan Terbelah di Langit Amerika. Karya Hanum Salsabila Rais & Rangga Almahendra Gramedia, 355 halaman. Awal mendengar judul novelnya dari seorang Mbak Novia, saya sempat mengerinyitkan kening. Berat sekali sepertinya jalan cerita yang disuguhkan dalam novel itu. Tapi katanya bagus banget. Berhubung belum sempat membeli yaudah lah. Dan saya cenderung membeli karya orang luar dibanding karya anak negeri jadinya benar benar terlewatkan. Sampai pada akhirnya saya menemukan sosok yang bisa diajak untuk sharing buku atau novel di kantor. Dia merekomendasikan novel ini untuk saya baca. Finaly!!! Barter kok kita. Saya meminjamkan novel Tere Liye ke dia juga. Enggak Cuma asal minjem Heheheh. Yang saya buka pertama kali adalah “tentang penulisnya”. Saya baru tau dia ini juga yang membuat 99 cahaya di langit eropa toh. Dia dan suaminya sama sama orang cerdas, menurut saya. Gila belajar. Dalam hati berkata, wajar lah orang pinter jodohnya orang pinter juga. ...