“Saudariku,
bermimpilah yang hebat, jangan mau mimpi yang biasa-biasa. Karena Kuasa Tuhan
kita luar biasa. Jangan punya mimpi yang rendah, karena itu berarti keyakinan
kita pada kuasa Tuhan juga rendah”
Itu
adalah salah satu kutipan dari buku ini (The Perfect Muslimah). Karena kutipan
tsblah saya merasa tertampar bolak balik. Karena keyakinan saya dulu yang
mengatakan “enggak usahlah mimpi muluk-muluk, yang penting usaha” itu justru
hancur sampai remah remahnya jika saya kembalikan ke kutipan itu. Saya merasa
dari kata kata sederhana inilah saya bisa menyimpulkan bahwa kita harus
memiliki mimpi yang besar, mimpi yang muluk, bahkan mungkin kata sebagian orang
atau sebagian dari diri kita sendiri mengatakan “tidak mungkin”. Kenapa?
Karena
Allah Maha Besar.
Iya.
Kata kata yang tiap sholat kita ucapkan bahkan terlewati begitu aja tanpa
diketahui makna sesungguhnya.
Mimpi
itu adalah penyemangat. Semakin besar mimpi yang kita hanturkan kepada semesta,
maka semakin besar pula usaha dan dorongan yang akan kita kelurkan demi
menggapainya. Dan semoga semesta mendukung kita melalui tanganNya.
Selama
ini mungkin saya lupa, bahwa Tuhan saya Maha Besar, Dia enggak pernah melarang
umatnya bermimpi setinggi apapun, sebesar apapun. Justru sayalah yang merasa
tidak enak hati jika mengajukan impian semuluk itu.
Well,
sekarang saya sudah hanturkan mimpi mimpi saya melalui #10BucketList di
Instagram.
Dan
itu adalah murni impian saya.
Dan
menurut saya, itu sangat besar.
Katakan
I Love You sejuta kali
Tak
secuilpun kukorbankan hatiku untukmu.
Katakan
“Ijab qabul” sekali,
Kan
kuserahkan seluruh jiwa ragaku untukmu.
Kirimkan
jutaan bait romantis untukku, sedikitpun takkan terkesima olehmu.
Tapi
ucapkan sepatah kata penghalalan di depan waliku, seumur hidup ku akan selalu
mengagumimu.
(The
Perfect Muslimah, halaman 63)
Terdengarnya
munafik kan? Iya, jika kita selalu menggunakan logika.
Coba
dengarkan hati lagi deh, itu yang saya rasakan.
Entah sudah
ratusan dari kalimat dalam buku ini yang menguliti saya hingga merasa naked di
hadapanNya saat ini.
Jujur, saya
merasa kagum jika pasangan menikah tanpa melalui proses pacaran. Tapi untuk
saat ini sangat sedikit yang melakukannya.
Ada yang
mengajak/menasehatkan supaya melakukan itu tapi nyatanya dia sendiri sebagai
pihak yang berpacaran.
Pernah
ilang respect dengan salah satu organisasi keagamaan di kampus, karena saya
melihatnya bukan murni sebagai lembaga yang melebarkan sayapnya menyebarkan
agama. Melainkan sebagai ajang pencarian jodoh. Enggak sedikit senior disana
yang pacaran, tapi demi menutupinya mereka melakukan hal yang sebaliknya.
Termasuk kamu.
Dan hal itu
yang bikin saya “malas” untuk bergabung dengan lembaga itu kembali.
Saat ini
pun sebenarnya masih dilema, jika ada yang mengajak untuk pacaran bagaimana
cara menjawabnya.
Kalau iya,
saya harus siap tanggung resiko dengan keburukan keburukan yang akan saya
terima kedepannya.
Kalau
tidak, duh terkesan munafik. Tidak membutuhkan pasangan.
Tapi
sejujurnya saya menginginkan sosok yang berani, mengatakan kepada papa dan mama
saya. Karena sebelumnya tebentur restu.
Oleh
karenanya daripada saya yang menjawab, lebih baik orang tua dulu kan? :p
Sejujurnya,
dengan semakin maraknya pernikahan di usia muda (teman teman seangkatan saya
sudah hampir 10 orang yang menikah setelah lulus) saya pun termotivasi ingin
menikah.
Karena saya
tau, betapa enaknya bisa bareng bareng dengan orang yang saya sayangi tiap
harinya, dipeluk ketika sedih ataupun mau tidur :p
Tapi, saya
pribadi rasanya masih malu dengan kondisi saat ini. Psikis saya, emosi saya,
finansial saya sendiri.
Hm..semoga
mimpi saya menikah dua tahun lagi bisa tercapai J
“orang
yang saat ini tak punya kesabaran dalam menerima kekuranganmu, tak punya hak
berbahagia dalam kesuksesanmu kelak. Cinta itu menerima kekurangan dengan
keikhlasan, mendampingi yang dicinta dalam berproses lalu bersama menikmati
kebahagiaan saat sukses”
(The
Perfect Muslimah, hal.83)
Beberapa
kutipan yang telah saya tuliskan hanyalah mewakili dari sekian banyak kata kata
bagus yang cukup menohok di dalam buku yang berjudul The Perfect Muslimah.
Banyak
banget pelajaran yang berharga berdasarkan pengalaman penulis sendiri ketika ia
menumpahkannya dalam kata kata yang cukup ringan tapi kena di hati yang
membacanya.
Dari
buku ini pula motivasi saya untuk banyak membaca lagi akhirnya menggebu-gebu.
Dan
ketika melihat blog orang yang konsisten untuk menulis di blog setiap harinya
membuat saya tertarik untuk mengikutinya. Dan yang saya ambil dari blog orang
tersebut adalah, menulis itu tidak harus panjang lebar, yang singkat saja asal
berlanjut.
Menulis
juga tidak harus melulu tentang hal yang keren, hal sepele pun ga masalah.
Heheh
Alibi~~
Komentar
Posting Komentar