Langsung ke konten utama

Menurut saya, mereka itu keren

Semua orang itu keren buat saya. Apapun profesi atau kerjaan mereka sehari-harinya.

Siang itu saya entah kenapa sedikit termenung melihat-lihat apa yang ada di sekitar saya.
Terutama pekerjaan.

Sedikit banyaknya orang berfikiran bahwa yang keren itu adalah yang mereka memakai seragam pilot, atau seragam dokter atau kemeja dengan celana bahan slim fit yang memperlihatkan bentuk badan yang terawat dengan baik.

Iya, saya pun termasuk.

Saya menganggap bahwa keren itu identik dengan materi. 
Walaupun tidak semua yang bermateri itu keren.

Hanya saja seperti itu, meneruskan pola pikir orang-orang.

Siang itu entah mengapa saya melihat petugas transjakarta itu keren, badan mereka tegap, menggunakan seragam dan berdiri sekaligus mengingatkan penumpang untuk turun.

Walaupun mungkin sebagian dari kita berfikiran "yaelah cuma petugas transjakarta doang"..

tapi mereka berani menegur penumpang yang tega membiarkan seorang ibu yang membawa anaknya berdiri sedangkan dia tertidur dengan nyenyak.

Atau bahkan berani membentak seorang laki-laki yang semena-mena berada di angkutan transportasi umum tersebut.

Lalu mata saya beralih kepada supir angkutan kopaja arah ciledug-tanah abang.
Saya cuma mengandai-andai jika mereka ini tidak ada, siapa yang akan mengantarkan saya menuju tempat bekerja?
Siapa yang rela pagi-pagi sudah narik angkutan umum sehingga saya sampai terminal masih dalam kondisi sepi?
Siapa?
Iya, buat saya mereka itu berarti lah.

Saya tidak mau tahu apakah penghasilan mereka bekerja seperti itu akan dibagaimanakan.

Entah diberikan kepada keluargnya atau hanya untuk minum-minum dan berjudi dengan teman seprofesinya.

Tapi saya benar-benar berterima kasih dengan para supir yang mungkin mereka juga tidak akan mau
bekerja seperti itu, berperang dengan keringat sehari-hari demi mendapatkan sewa. 

Tidak lama kemudian saya membeli sebuah makanan di salah satu minimarket yang sudah menjamur di Jakarta. Melihat para mas-mas dan mbak-mbaknya yang ramah dan cekatan membuat saya termenung jika saya menjadi mereka apakah saya masih bisa tersenyum menahan kantuk, lelah setelah seharian bekerja. Walaupun pasti ada sistem shift sih, tapi melawan rasa bosan itu loh.
Saya belum tentu bisa melakukan hal yang sama adengan mereka.

Kemudian saya melihat tukang sate padang yang sedang duduk di pinggir jalan.
Seorang bapak-bapak berkulit gelap dan bercelana pendek.
Menyiapkan sate-sate yang dipesan oleh pembeli. Belum lagi kalau sepi, mungkin jika ramai ia tidak terlalu merasa lelah, karena capeknya terbayarkan dengan penghasilan hari itu. Jika sepi? Sudah capek-capek mendorong gerobak ke sana-sini, mengipas-ngipas sate hingga kering. Kasian si bapak. Tapi dia berjuang. Dan itu keren.

Belum lagi seorang tukang sapu jalanan yang siang siang bolong masih saja menyapu serakan daun yang berjatuhan di pinggir jalan. Serta tukang sampah yang mengangkut tumpukan sampah dengan menggunakan gerobak yang ia tarik menggunakan punggungnya.
Buat kedua profesi tersebut mereka juga tidak ingin.
Kembali lagi karena ketidakberuntungan mereka saja akhirnya mereka jadi pejuang jalanan seperti itu.

Sekarang, saya rasanya malu untuk berkeluh kesah dengan kesulitan saya yang tidak ada apa-apanya.
Mengeluh karena tempat kerja jauh?
Mengeluh karena kerjaan banyak sampai pusing?
Mengeluh karena tidak memiliki teman yang dikenal di lingkungan baru?
Mengeluh karena bla.. bla.. bla..

Masih banyak hal-hal yang sebenarnya bisa kita lihat dari orang-orang yang menurut saya keren tadi yang mungkin terlewatkan akibat kita selama ini enggak pernah menganggap mereka itu "keren"..
Padahal perjuangan yang mereka lalui dan jalani hampir setiap hari itu berat.

Iya, mereka keren. Dengan segala perjuangannya.

Komentar

  1. setuju...
    jika kita mau melihat dari sisi yang berbeda kan Mba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak. Mencoba untuk melihat dari sisi lain aja. Karena kebanyakan orang yang termasuk saya hanya suka melihat dari sisi yang satunya :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 3 - A Memory

Ku berjalan di pinggir trotoar sebuah kawasan megah di Jakarta, menunggu mu menjemputku untuk pulang bersama, Kamu tahu, itu pertama kali kita menjalin hubungan diam diam. Kamu masih bersama dia dan hubunganmu yang bermasalah. Dan aku, sendiri. Lamban laun, kamu menyelesaikan hubungan itu dan menjalani hubungan dengan ku tanpa harus diam diam lagi, orang orang kantor pun tahu. Aku tahu, resiko ku saat itu sangat besar, mengambil seseorang yang bukan milikku. Tapi saat itu, dengan segala usaha yang kamu lakukan, berhasil meluluhkan hati seorang nourmalita zianisa. Aku juga teringat, betapa aku masih egois untuk bergantung sama kamu, semuanya harus sama kamu. Survey kost2an saat itu, kondangan, apapun, padahal aku tahu, bergantung itu tidak baik, dan terbukti saat ini, waktupun belum bisa menyembuhkan atau melupakan semua kenangan itu. Karena belum ada kenanga lainnya yang akan menimpaya. Ditambah, kamu yang setiap minggu menjemputku ketika kita mencoba menjalani hubungan jarak jauh. Yan...

ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400

  Asus. Hem, pertama kali denger di telinga apa sih yang nyantol di kepala kalian? Honestly, kalo gue langsung kepikiran "brand yang tahan banting" sih. Bukan apa apa, sejarah handphone gue dengan merk tersebut bener bener membuktikan hal itu.  Saat itu, hp gue b ener-bener lompat dan terjatuh dari motor pas jalan, dan masih baik baik aja. Akhirnya mati total ya karena kecemplung di air. Sedih gue tuh.. Eh, kita skip deh ya curcolnya. Yang mau gue bahas di sini itu adalah tentang laptopnya . Dari brand yang sama, Asus.   ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400   Well, produk ini adalah produk terbaik asus untuk di kelasnya. Pada sadar kan? Bahwa semenjak pandemi dan semenjak menjamurnya kehidupan WFA ataupun hybrid system di kalangan akademisi ataupun karyawan perkantoran, kebutuhan akan laptop dengan daily driver yang bertenaga itu tumbuh secara significant?   Dan ASUS Vivobook Pro 14 OLED M3400 bisa jadi adalah jawaban untuk kebutuhan itu sendir...

Latepost : Review Bulan Terbelah Di Langit Amerika

Bulan Terbelah di Langit Amerika. Karya Hanum Salsabila Rais & Rangga Almahendra Gramedia, 355 halaman. Awal mendengar judul novelnya dari seorang Mbak Novia, saya sempat mengerinyitkan kening. Berat sekali sepertinya jalan cerita yang disuguhkan dalam novel itu. Tapi katanya bagus banget. Berhubung belum sempat membeli yaudah lah. Dan saya cenderung membeli karya orang luar dibanding karya anak negeri jadinya benar benar terlewatkan. Sampai pada akhirnya saya menemukan sosok yang bisa diajak untuk sharing buku atau novel di kantor. Dia merekomendasikan novel ini untuk saya baca. Finaly!!! Barter kok kita. Saya meminjamkan novel Tere Liye ke dia juga. Enggak Cuma asal minjem Heheheh. Yang saya buka pertama kali adalah “tentang penulisnya”. Saya baru tau dia ini juga yang membuat 99 cahaya di langit eropa toh. Dia dan suaminya sama sama orang cerdas, menurut saya. Gila belajar. Dalam hati berkata, wajar lah orang pinter jodohnya orang pinter juga. ...