Langsung ke konten utama

Tujuh Tahun Untuk Selamanya...


Kami saling mengenal satu lama lain sejak duduk di kelas satu sekolah menengah atas di tahun 2007 lalu. Saya, Shinta dan Syarafina sekelas di kelas sepuluh-empat, sedangkan Septi dia berada di kelas sepuluh-tiga. Karena Septi dan Shinya memang teman dari sekolah sebelumnya, jadi ya saya kenal dia. Kami jadi sering menghabiskan waktu istirahat bersama di kantin. Saya, Shinta dan Septi lebih sering bertiga. Sering nongkrong juga di rumah saya waktu itu.
Lalu seiring berjalannya waktu Syarafina ngikut saya deh, akhirnya jadilah kami berempat dengan nama 4s4t.
Terdengar alay memang, tapi begitulah kami.
Ohiya, nama 4s4t itu darimana munculnya?

Itu dari SigeTeng, SinaTeng, SiKuTeng dan SiKriteng..
Si Gendut Tengil, Si Cina Tengil, Si Kurus Tengil dan Si Kriting Tengil.
Sampai-sampai kami pernah memiliki binder kenegaraan untuk berempat dimana kami bisa saling curhat di binder itu. Apapun. Tapi kayaknya lebih banyak tentang cowoknya deh.
Binder itu muter, dari yang tertua (Syarafina) hingga yang termuda (Shinta). Hari ini di Syarafina misalkan, nah besok dia harus bawa lagi buat si Shinta.

Lalu memasuki kelas sebelas mulai muncul konflik dimana saya yang waktu itu mengajak untuk masuk kelas IPA dan ternyata malah masuk IPA sendirian. Sedangkan mereka? IPS semua.
Sayapun juga engga nyangka sih, secara juga mata pelajaran enggak terlalu bagus dan well, saya senang menghafal.
Sedikit jengah juga sih mereka sedikit kesal dengan perkataan saya waktu itu, tapi mau gimana lagi. Mau pindah juga sayang, karena enggak semua anak bisa masuk IPA, kan?

Konflik benar-benar muncul ketika Septi yang waktu itu belum lama putus dari Dhany jadian dengan Afy yang saya suka waktu itu. Ini ketika kami sudah kuliah. Tapi enggak pernah saya omongin sama yang lainnya. Secara saya tahu diri, siapalah saya ini. Hhaha.
Cinta-cintaan anak SMU yang masih labil ternyata masih kebawa. Saya yang masih kurang ikhlas pada waktu itu ya belajar untuk move on dan saya lebih menyayangi sahabat saya dibandingkan dengan kegoisan saya yang marah-marah enggak jelas waktu itu.

Tiga tahun masa sekolah menengah atas saya lalui bersama-sama mereka waktu itu, entah apa yang terjadi jika saya enggak pernah ketemu mereka waktu itu. Sejujurnya saya bukanlah anak yang supel waktu sekolah, makanya teman yang awet jarang. Sifat minder saya menang telak waktu itu. Kenapa? Karena saya merasa siapa yang mau berteman dengan saya yang cuma anak yang biasa-biasa aja, tidak cantik, tidak kaya dan memiliki banyak adik yang masih kecil-kecil waktu itu. Tapi mereka berbeda, mereka tidak pernah mempermasalahkan itu semua. Mereka justru sering bermain di rumah yang notabennya saya punya adik kecil dan bukan anak orang kaya. Ya sama mereka inilah saya belajar untuk terbuka dengan orang lain, belajar menghagai setiap kelebihan dan kekurangan mereka dan belajar memaafkan.

Empat tahun masa kuliah juga saya berusaha menyempatkan diri untuk bertemu mereka sesulit apapun keadaannya, meski saya kuliah sambil bekerja namun bertemu dengan salah satu dari mereka aja udah bersyukur rasanya. Teman yang ketika saya sulit tidak pernah menjauh dan meninggalkan saya. Orang pertama yang membuat saya membuka mata bahwa ada yang menyayangi saya selain orang tua saya, yang tidak mau saya kenapa-kenapa karena salah memilih.

Sekarang, sudah tahun semenjak kami bekerja rasanya baru kemarin kami haha-hihi di halaman sekolah. Kami sibuk dengan pekerjaan kami, tetapi kami bersukur karena sesibuk-sibuknya kami, saya merasa kami masih saling membutuhkan :)

Katanya, persahabatan yang sudah terjalin lebih dari tujuh tahun akan berlangsung selamanya, semoga saya dan ketiga sahabat saya saat ini bisa berlangsung selamanya.

Hari Jumat kemarin akhirnya kami berkumpul walaupun minus Sarce. Kami bertemu di KFC Pangkalan Jati, dimana tempat ini juga bersejarah buat kami yang dulunya pernah berkumpul ditempat yang sama dengan membawa pacar masing-masing..

Alhasil.. putus semua.
Eh engga deng, Shinta masih dengan pacar yang sama :p








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Event : JUMPA CALON PEMIMPIN JAKARTA 2017

Yeaaay, Event pertama kelar. Dan lanjut ke event selanjutnya. Yah, karena saya bekerja di stasiun televisi lokal yang lebih banyak acara yang bersifat news, event ini tidak jauh - jauh dari event politik,eh tapi enggak ada politik-politiknya sama sekali sih. Enggak ada kampanya, enggak ada debat. Event ini lebih kepada pengenalan lebih kepada calon pemimpin DKI Jakarta 2017 nanti dan peresmian stasiun tv kami sebagai stasiun resmi pilkada DKI dari KPU. Dan saya bekerja di dalamnya. Sedikit bangga. Event ini dinamakan... JUMPA CALON PEMIMPIN JAKARTA 2017 Bentuk undangan yang kami sebar. Pemilihan panitianya enggak ada sama sekali dilibatkan. Tahu-tahunya nama saya ada di dalam susunan LO atau Liasion Officer bareng Dian, Mas Eko dan Aisyah. Dasar Pak Okie.. Mana saya tahu kan liasion officer itu apaaaaa dan tibatiba dicemplungin gitu aja.Ternyata setelah saya baca baca lagi, LO itu penghubung antara pihak yang diundang dengan penyelenggara acara. Setelah prakteknya

Fokus

fokus buat skripsi :') fokus buat selesai kurang dari setahun lagi :') fokus buat mencari penghasilan yang lebih besar lagi :') fokus buat bahagiain diri sendiri :') focus buat segalanya.... hingga tidak terasa ada yanfg terjatuh.. hati. PRANG!!

Kisah Sepasang Suami Istri dan Kapal Pesial

Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami isti berlari menuju sekoci untuk menyelamatkan diri. Sampai disana, mereka menyadari bahwa hanya ada satu tempat yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakan sebuah kalimat. Sebelum sekoci itu menjauh dan kapal itu benar-benar tenggelam. Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “ Menurut kalian, apa yang diteriakkan sang istri?” Sebagian besar murid-murid itu menjawab, “ Aku benci kamu!”, “Kamu egois!”, atau “Tidak tahu malu!” Tapi kemudian guru tersebut menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam itu menjawab. Dan ternyata jawabannya diluar apa yang murid lain pikirkan. Murid tersebut menjawab: “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak,’Tolong jaga anak kita baik-baik”. Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu pernah mendeng