Rahang perempuan itu menegang. Sesekali melihat ke layar smartphone yang ia sentuh dengan jari telunjuknya. Melihat pesan yang dikirimkan oleh laki laki itu. Sambil mendelik kesal..
"Tenyata dia tidak berubah. Masih saja menggurui orang." Gumam perempuan itu ke dirinya sendiri. Sadar dia baru saja melakukan personal talk atau berbicara sendiri.
Lalu dengan cepat ia mengetik pesan balasan dengan ketus dan merendahkan dirinya sendiri di kata kata yang ia ketik. Karena ia tahu, orang semacam ini memang menginginkan penghargaan yang tinggi dari orang-orang sekitarnya. Wataknya sudah cukup perempuan ini kenali, sejak beberapa bulan yang lalu.
Lalu tak lama ia melihat garis centrangan sudah berwana biru, artinya pihak yang ia kirimi pesan tersebut sudah membaca pesan itu. Namun tidak dibalas.
"Baguslah".
"Niatnya mau silahturahim karena memang sudah lama terputus komunikasinya malah begini. Selalu dibuat kesal."
Perempuan itu berkali kali berbicara pada dirinya sendiri.
Ia meletakan smartphonenya di atas meja kayu berwarna coklat tersebut. Lalu beranjak dari duduknya dan pergi. Melanjutkan pekerjaannya yang terbengkalai selama beberapa menit tadi.
Nara sebenarnya tahu, seharusnya ia tidak menghubungi orang ini duluan. Karena setiap mereka berkomunikasi yang tadinya baik dan menyenangkan akan berakhir tidak menyenangkan. Entah siapa yang memulai. Mereka selalu berdebat untuk semua hal. Anything.
Pihak yang satu merasa selalu terintimidasi dan digurui (dalam hal ini Nara-lah yang merasakan) dan yang satunya merasa Nara selalu terbawa emosi.
Semua hal yang dimulai dengan cara yang baik tidak akan berakhir dengan tidak baik seperti ini kan, huh?
Apa? Berkenalan via media sosial terus jadian ?
Nara tidak mungkin menceritakan secara gamblang kepada orang tuanya bagaimana mereka bertemu. Nara hanya menyebutkan bahwa mereka berkenalan di kampus.
Semuanya harus diawali dengan cara yang baik,Nar..
Di tempat lain.
Kalau menurut orang-orang sih daerah ini sudah berada di luar Bumi.
Bekasi. Kawasan dimana Mall sudah seperti rumah. Bersebaran dimana-mana. Membuat jalan akses ke sana pasti selalu macet.
"Sayang, kamu kenapa diam aja sih dari tadi?" Tanya perempuan berambut pendek itu dengan suara manja ke lelaki yang duduk di sebelahnya.
"Diam kenapa lagi, aku biasa aja kok. Lagi sedikit pusing aja nih" Jawab lelaki itu se-ada-nya.
"Sayang, kamu tahu enggak sih, udah beberapa hari ini ada orang iseng banget ngirimin paketan coklat sama bunga ke mejaku. Aneh banget enggak sih. Terus iseng-iseng aku foto deh. Nih.."Kata perempuan itu sambil menunjukan foto yang ada di blackberry-nya tersebut.
"Hmm.. terus kamu seneng gitu kalau menerima coklat-coklat ini dari secret admirer kamu?" Tanya laki-laki itu sinis.
"Iya senenglah. Siapa yang enggak senang coba dapet kiriman hampir setiap hari gitu" Balas perempuan itu.
"Kenapa enggak jadian sekalian aja sama secret admirer kamu itu?" Laki-laki itu sudah mulai emosi.
"Kalau aku tahu siapa dia juga mungkin aku bakal jadian" Perempuan itu mencoba memancing.
"Oke, kita putus." Entah kenapa kata-kata yang tidak disangka-sangka perempuan tersebut keluar dengan dinginnya dari laki-laki yang sudah dua tahun menemaninya itu.
"Kamu yakin?" Tanya perempuan itu menggodanya. Penuh percaya diri dengan segala yang ia miliki.
"Kenapa enggak, dan kita sudah berkomitmen ya sekalinya putus tetap putus. Dan kita ga akan pernah balik lagi seperti dulu" ujar laki-laki tersebut dengan lancarnya
"Oke, kamu tahu itu komitmen sudah kita bangun sejak awal kita jadian. Dan kita berdua harus sama-sama mematuhinya sekarang" Perempuan itu bicara dengan tenang.
"Baik, yasudah. Mari kita pulang, aku antar kamu ke rumah" Kata lelaki itu dengan dingin.
Sepanjang perjalanan mereka berdua berdiam diri tanpa ada obrolan sama sekali. Sang perempuan menatap kaca spion dengan tersenyum ringan tanpa rasa bersedih sedikitpun. Karena dia tahu, lelaki itu pasti akan memohon-mohon kembali untuknya. Karena hanya perempuan itu yang tahu dan mengenal tabiat laki laki itu selama dua tahun. Sangat yakin. Siapa yang mengemis duluan untuk balikan, dialah yang kalah.
Tak lama setelah perempuan itu turun dari motor yang berwarna hitam , laki-laki tersebut langsung pergi tanpa menoleh ke belakang sedikitpun.
Harus bisa, Ar. Lu ga boleh cengeng gini. Usia lu emang udah beranjak ke usia nikah dan saat ini hubungan lu malah hancur di tengah jalan. Akan ada yang lebih baik ke depannya, Ar. Sudah cukup dengan semua kelakuan perempuan itu. Ia merasa tidak dihargai. Dan itu dilakukan berkali-kali.
Tak lama setelah itu ia sampai rumah. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Menatap langit kamarnya sambil menginga-ingat kembali pertemuan denga perempuan itu dua setengah tahun yang lalu. Mereka bertemu di sebuah angkutan transportasi umum. Dari yang benar benar orang asing, lalu menjadi dekat dan akhirnya pacaran. Pertemuan yang tidak diduga-duga.
Pertemuan itu seharusnya dilakukan di tempat yang baik Ar, dengan cara yang baik. Bukan seperti ini asal kenal terus jadian.
Wajah menjadi motivasi Arjun saat itu. Ia terpikat pada wajah perempuan yang saat itu asik bercanda dengan temannya. Dan memutuskan untuk berkenalan.
Oke.
Saat itu mungkin hal yang bodoh yang pernah ia lakukan. Selanjutnya harus dengan cara yang baik agar semuanya berakhir dengan baik.
Arjun mendesah kesal saat itu sambil menutup matanya, memaksanya untuk terlelap.
Finally,iseng-iseng bikin cerita lanjutan ah.
Tadinya mau cerpen, biar sekaligus habis gitu. Ternyata idenya terlalu banyak dan akhirnya malah menjadi pending untuk jalan cerita selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar