Langsung ke konten utama

Hanya sekilas kenangan



Masih teringat di benakku ketika aku dapat melihatnya sedekat itu.
Dari sisi samping. Menatapnya sambil tersenyum tipis.
Melihatnya mengucapkan beberapa kata, menggodaku. Atau sekedar memainkan ponsel barunya.
Melihat beberapa media sosialnya lalu memasukannya kembali ke dalam saku kemeja kerjanya.

Atau sekedar melihat tangannya menggosokan hidungnya, ciri khas dia.

Dengan tas ranselnya yang dapat dikatakan besar itu dia membawanya di depan. Ketika kami sedang menunggu di peron stasiun yang bernamakan salah satu pahlawan nasional Republik Indonesia itu.

Masih teringat jelas juga ketika kami duduk di pelantaran stasiun dan berbagi kacang dari mangkuk bubur ayam yang saya tidak sukai namun berikan juga oleh abangnya.
Alhamdulillah dianya suka.
Kacang itu tidak mubazir sih jadinya.
Bahkan masih jelas di ingatan saya bagaimana cara dia makan , melihatnya dari depannya secara langsung. 

Ingatanku ini masih baik benar fungsinya mengingat setiap kejadian yang meninggalkan kenangan bagi pemiliknya, saya.
Atau kadang kami membeli mie mangkok kemasan yang berada di mini market tujuh sebelas untuk makan.
Saya tahu, hobi kami sama yaitu makan. Perbedaannya adalah dia makan banyak tidak menggemuk sedangkan saya makan banyak langsung menggelembung.

Atau ketika kami turun dari kereta api dan tidak mendapatkan pijakan untuk turun. Saya terpaksa untuk memintanya memegangi tangan saya untuk melompat. Jarak antara kereta dengan tanah saat itu cukup jauh.
Iya, dia menggenggam tangan saya waktu itu. Saya butuh tangannya untuk berpijak ketika melompat.

Atau ketika kami harus belarian dari peron tujuh ke peron satu. Dengan sengaja dia menggoda lagi untuk berlarian. Padahal keretanya belum datang.

Iya, saya hanya tersenyum pada waktu itu. Tertawa melihat pola tingkahnya yang absurd tapi cukup menyenangkan buat mengobrol. Sekedar melepaskan lelah untuk bercerita mengenai pekerjaan. Dan harapan ke depannya.

Terkadang, ketika berjalan di jembatan penyebrangan pun seperti itu, seakan tidak tahu malu dengan orang-orang di sekitarnya, kami "balapan" untuk menyalip orang di depan kami.
Setiap sore, bahkan terkadang dia sudah berjalan mendahului saya jauh sekali, seakan akan berjalan sendiri dan itu membuat saya kesal dan terpaksa berpura-pura untuk tidak melihatnya di bawah ketika dia menunggu saya.

Yah, saya tidak ahli dalam drama.
Balik lagi bertemu dengan muka kocaknya selalu bisa membuat saya tersenyum, bahkan tanpa alasan apapun.
Semenyebal-nyebalkan nya dia karena jalan duluan dan meninggalkan saya yang terkadang suka kehabisan nafas karena mengikuti jalannya yang terlalu cepat -tapi ketinggalan juga akhirnya- ujung-ujungnya adalah saya kembali lagi senang karena ternyata dia menunggu di ujung.

Bahagia itu sederhana

:))


Saya bersyukur pernah mengalami hal hal yang sepele seperti itu. Sepele tapi menyenangkan :))


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 3 - A Memory

Ku berjalan di pinggir trotoar sebuah kawasan megah di Jakarta, menunggu mu menjemputku untuk pulang bersama, Kamu tahu, itu pertama kali kita menjalin hubungan diam diam. Kamu masih bersama dia dan hubunganmu yang bermasalah. Dan aku, sendiri. Lamban laun, kamu menyelesaikan hubungan itu dan menjalani hubungan dengan ku tanpa harus diam diam lagi, orang orang kantor pun tahu. Aku tahu, resiko ku saat itu sangat besar, mengambil seseorang yang bukan milikku. Tapi saat itu, dengan segala usaha yang kamu lakukan, berhasil meluluhkan hati seorang nourmalita zianisa. Aku juga teringat, betapa aku masih egois untuk bergantung sama kamu, semuanya harus sama kamu. Survey kost2an saat itu, kondangan, apapun, padahal aku tahu, bergantung itu tidak baik, dan terbukti saat ini, waktupun belum bisa menyembuhkan atau melupakan semua kenangan itu. Karena belum ada kenanga lainnya yang akan menimpaya. Ditambah, kamu yang setiap minggu menjemputku ketika kita mencoba menjalani hubungan jarak jauh. Yan...

Manusia terbaik yang pernah kumiliki

Juli, tahun 2016..                  Kamu membawaku ke sebuah kedai kopi di pinggir jalanan pasar minggu. Setelah pulang kantor di hari itu, kamu menjemputku di halte yang tidak jauh dari kantor, bersembunyi demi menjaga hati yang saat itu masih kamu jaga.   "Mau pesan apa?" tanyamu. Sembari melipat jaket merahmu yang super tebal itu. Aku hapal banget jaket merah itu, jaket yang selalu kamu gunakan ketika kamu on duty .   "Hmm, hazelnut deh coba, es yah. Aku lagi enggak mau begadang malam ini. Mau yang ringan ringan aja." kataku, menjelaskan.   Tidak lama setelah itu, kamu pun memesan minuman kopi untuk   berdua kepada barista yang ada di situ sekaligus membayarnya. Lalu kembali ke tempat kita duduk, di sisi pojok menuju pintu keluar kedai itu.   "Jadi kamu mau ngomongin apa?" tanyaku. Sambil memasang muka sejutek-juteknya. "Jangan jutek gitu dooong ndut , kamu makin ...

more than this

I’m broken, do you hear me? I’m blinded, ‘cause you are everything I see, I’m dancin’ alone, I’m praying, That your heart will just turn around, And as I walk up to your door, My head turns to face the floor, ‘Cause I can’t look you in the eyes and say, When he opens his arms and holds you close tonight, It just won’t feel right, ‘Cause I can love you more than this, yeah, When he lays you down, I might just die inside, It just don’t feel right, ‘Cause I can love you more than this, Can love you more than this If I’m louder, would you see me? Would you lay down In my arms and rescue me? ‘Cause we are the same You save me, When you leave it’s gone again, And then I see you on the street, In his arms, I get weak, My body fails, I’m on my knees, Prayin’, When he opens his arms and holds you close tonight, It just won’t feel right, ‘Cause I can love you more than this, yeah, When he lays you down, I might just die inside, It just don’t feel right, ‘Cause I can love you more than thi...