Begitu baca judulnya yang terlintas di kepala saya adalah "ini pasti novelnya berat"..
Tapi ya ternyata saya ditempeleng oleh kata kata "Dont judge the book by the cover"..
Ringan. Asli.
Setiap kata yang dituliskan Darwis Tere Liye itu sungguh penuh makna. Selalu cantik.
Walaupun endingnya saya tidak terlalu menyukai tapi jalan cerita yang dituliskan melalui kata-katanya membuat saya melupakan ketidak-enakan ending cerita tersebut.
Cerita ringan mengenai kehidupan sosial, keluarga, cinta dan harapan dikemas menjadi sebuah alur yang sangat sangat tidak terduga.
Kalau saya sudah membaca cerita seperti ini biasanya akan lupa diri. Waktu bisa saya sangat singkat ketika sibuk membolak balikan halaman demi halaman demi ujung cerita yang tidak terlintas sejak awal.
Oke. Cerita tentang sepasang kakak beradik yang bernama Tania dan Dede adiknya yang masih berusia sebelas dan delapan tahun harus bekerja demi makan. Mereka pengamen jalanan.
Lalu suatu saat mereka bertemu dengan seorang laki laki yang membantu Tania ketika telapak kakinya tertancap paku di sebuah Bis karena tidak memakai sandal dan memberikan selembar sepuluh ribu untuk mereka.
Kebaikan laki-laki tersebut berlanjut keesokan harinya, dia membelikan sepatu untuk Tania dan Dede. Lalu mereka pulang ke rumah kardus milik Ibunya Tania.
Berkat laki laki yang usinya dua puluh empat tahun tersebut, Tania dan Dede bahkan bisa bersekolah kembali. Mereka membeli peralatan di Toko Buku terbesar di daerahnya.
Disana terdapat spot favorit Tania bersama laki-laki yang mereka panggil "Om Danar" yaitu di lantai dua untuk memandangi jalanan dari kejauhan.
Tania dan Dede kembali bersekolah walaupun mereka sudah tertinggal 3 tahun karena harus hidup di jalanan. Tapi meskipun begitu, mereka tetap mengamen sepulang sekolah.
Di saat kebahagiaan, disitu pasti terselipkan kesedihan..
Di saat Tania dan Dede bahagia mereka bisa bersekolah lagi, Ibu mereka meninggal.
Disini sedih. Seriusan. Karena saya emang tipe melankolis, sempet juga air mata netes sih pas baca bagian ini. Siapa yang enggak sedih coba orang tua satu satunya dan mereka sudah tidak memiliki keluarga lagi di kota tersebut.
Oke. But Life must go on, babe.
Itu juga yang diceritakan dalam novel ini. Meskipun sedih, hidup mereka tetap berjalan. Dan Tania sudah harus mulai bersekolah di SIngapura karena mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sana.
Anak usia sebelas tahun loh :')
Oh iya, si Dede tinggal sama Om Danar ini di kontrakannya.
Dan ada tokoh yang membuat Tania cemburu untuk pertama kalinya, yaitu Ratna. Pacarnya Danar.
Tiga tahun Tania bersekolah disana dan prestasinya luar biasa baik hingga akhirnya dia mendapatkan beasiswa kembali untuk melanjutkan sekolah menengah atasnya disana. Tania berkembang menjadi gadis remaja yang cantik dan pintar.
Tahun demi tahun ternyata Tania ini menyukai Danar. Namun ia tetap merahasiakannya. Ia tidak ingin mengubah segala sesuatu yang sudah terjalin selama ini berubah. Selain itu kehadiran Ratna juga mempengaruhinya.
Hingga ~~~~~
Udah ah, baca sendiri aja :'))
Pahit manisnya cinta terasa disini. Ada kalanya manusia harus berterus terang, ada kalanya dia harus diam untuk mengakui cinta itu.
Intinya adalah "Cinta itu kadang tak harus memiliki"..
“…. Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya….”
Komentar
Posting Komentar